SoFFi
Hari ini aku menyadari sesuatu. Suatu hal yang mungkin akan segera juga kulupakan. Tadi siang aku dan 2 orang teman makan di PLN pusat, itu karena permintaanku yang memang ingin melihat sogo jongkok di sekitar kantor PLN. Sehabis makan, kami langsung melihat2 dan aku menemukan barang yang kucari walo tidak sesuai dengan yang kuinginkan dan awalnya aku agak ragu2 untuk membeli, tapi kupikir fungsinya masih sama dan cukup ok.

Dari situ kami langsung pulang, sambil melewati lapak2 lainnya. Tiba2 aku melihat di ujung jalan ada lapak yg menjual barang yg sama dengan yg kubeli tadi. Aku ingin melihatnya, dengan pikiran siapa tahu barang yg kuinginkan ada di tempat itu. Tapi kedua temanku itu terburu2 untuk pulang ke kantor, dan aku... Aku pasrah. Tapi di sepanjang perjalanan pulang aku tersadar. Hal ini sudah terjadi untuk kesekian kalinya.

Setiap pergi bersama teman2ku, teman yang manapun, hampir selalu terjadi seperti itu. Aku selalu mengikuti kemana tujuan mereka, kalau aku membutuhkan sesuatu, mereka pun menemaniku, tapi ntah kenapa aku merasa tak enak untuk meminta lebih.

Aagh, menyebalkan. Tadi siang benar2 menyebalkan. Di perjalanan pulang, yg satu ingin segera sampai kantor, yg satu ingin membeli sesuatu dulu, sementara aku masih aja dengan pikiran "aku seharusnya melihat lapak yg satu ituu..." uugh....
Seharusnya aku bisa bicara keras *tegas*, "aku mau lihat itu". Seharusnya. Apa karena aku lemah, hanya bisa mengikuti kata orang lain? atau aku memang toleran?
Apapun jawabannya, aku benci saat menjadi seperti itu. Tapi aku tahu, aku akan segera melupakannya, dan suatu saat hal ini akan terulang kembali.
SoFFi
Minggu lalu aku menemukan seseorang yang ada di masa lalu, seseorang yang sempat mengisi hati dan hari2ku, seseorang yang menjadi penyemangatku saat itu. Kalau aku terkenang masa kuliah, tak akan lengkap tanpa mengingat dirinya. Dia adalah Mr. Thursday, Monsieur Jeudi, Herr donnerstag, De Herr Donderdag, Moku Youbi San, 星期四先生, seseorang yang pada awalnya hanya kutemukan di hari kamis tanpa kutahu namanya siapa. Hingga akhirnya kupanggil ia, Tuan Kamis, seperti pada terjemahannya dalam 6 bahasa di atas.

Melalui foto2nya, aku melihat perjalanan hidupnya setelah kutinggalkan. Agh, Monsieur Jeudi, rasanya baru kemarin kita berkejaran dengan waktu saat menuju kampus di tol simatupang. Padahal saat itu 5 menit lagi ke jam masuk kuliah. Dan dengan gilanya saat itu aku berpikir, "jika terjadi apapun saat ini, aku rela karena ada di sampingmu" Huahahaha... Cinta... Cinta....

Ntah apa yg lain jg pernah merasakan hal yg sama, tapi ada hal aneh yg kurasakan hingga saat ini, saat aku memikirkan orang lain, bahkan saat di hatiku ada orang lain, tetep aja nama dia yg kusebut. Namanya yang selalu keluar pertama kali, sampai bingung sendiri "lho ko masih dia aja?" Heuehuheu... Apa karena waktu yg panjang, karena setelah berpisahpun lama sekali tak ada orang lain di hatiku... Hmmm.. Bisa jadi.

Melihatnya lagi, walau hanya melalui foto, membangkitkan kembali semua kenangan, termasuk kenangan prasaanku. Aku jadi lebih sering mengingatnya, jalan2 yg kami lalui, saat2 bersama, setiap kata2nya yg hampir semua kuingat. Gosh, ternyata ia masih ada di hatiku, selama ini hanya terkubur di bawah sana. Dan saat ini ia telah kembali di hadapanku.

Agh, tapi tidak. Akhir2 ini hatiku sudah sakit terlalu sering. Aku khawatir tak sanggup bertahan jika sakit lagi. Biarkanlah dia hanya ada di dunia maya. Dia akan tetap selalu ada di hatiku, seperti selama ini *tanpa kusadari*. Dengan melihatnya bahagia, akupun pasti akan bahagia. Ntah sampai kapan akan kusebut namanya walau saat memikirkan orang lain. Hanya waktu yang akan menjawab. Bagiku, dia tetap kuanggap sebagai *my everlasting love*.